Marak Fenomena Status Tanah Mendadak Jadi Milik Anak BUMN, Komisi II Minta Tertibkan!

JAMBILIFE.COM.JAKARTA– Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengungkap fenomena janggal dalam penanganan pertanahan nasional, yakni munculnya klaim kepemilikan tanah oleh sejumlah anak perusahaan BUMN meski sebelumnya lahan tersebut tidak pernah tercatat sebagai aset mereka. Ia menilai praktik ini dapat memicu konflik berkepanjangan dan harus segera ditertibkan.

Pernyataan itu ia sampaikan saat Komisi II memaparkan Laporan Kinerja Tahun 2025 dalam konferensi pers di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025). Aria Bima menegaskan bahwa perubahan status tanah secara tiba-tiba menjadi milik anak BUMN terjadi di berbagai daerah, menjadi sumber utama konflik pertanahan yang dilaporkan masyarakat.

Baca Juga :  Presiden Prabowo Tegaskan Pentingnya Kerja Sama Konkret ASEAN Plus Three

“Dulu tanah itu belum terlihat sebagai milik anak BUMN seperti KAI atau perusahaan lain. Tapi sekarang tiba-tiba muncul sebagai kepemilikan anak BUMN. Ini terjadi di banyak kasus, termasuk Surabaya. Hal seperti ini harus ditertibkan,” tegasnya.

Menurutnya, restrukturisasi BUMN yang melahirkan banyak anak-cucu perusahaan kerap tidak dibarengi transparansi aset, sehingga ruang konflik antara masyarakat dan korporasi negara semakin terbuka. Banyak aduan masuk ke Komisi II yang menyoroti kepemilikan tanah yang berubah tanpa dasar pertanahan yang jelas.

“Kepemilikan berubah itu bukan melalui mekanisme pertanahan yang benar, tetapi melalui perubahan struktur perusahaan. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Legislator Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.

Diketahui, lebih dari 200 pengaduan pertanahan masuk ke Komisi II sepanjang tahun 2025 ini, mayoritas terkait konflik antara masyarakat dengan korporasi, baik swasta, BUMN, maupun BUMD, hingga persoalan sertifikat ganda dan dugaan mafia tanah.

Baca Juga :  Presiden Prabowo Siapkan Beasiswa Penuh untuk Tenaga Medis

Untuk merapikan penanganan kasus, Komisi II dan Kementerian ATR/BPN membentuk clearing house, mekanisme filter yang mencegah seluruh kasus langsung masuk ke rapat Komisi II.

“Kalau semua kasus langsung masuk ke rapat, setiap hari kita hanya bicara sengketa tanah. Dengan clearing house, masalah bisa dianalisis dulu,” ungkap Aria Bima.

Karena itu, Komisi II meluncurkan Dashboard Pengaduan Pertanahan, sistem digital yang memungkinkan masyarakat memantau perkembangan kasus secara real-time dan lebih transparan.

“Dashboard ini membuat masyarakat bisa mengikuti progress kasus secara terbuka. Ini memaksa semua pihak bekerja lebih cepat,” jelasnya.

Baca Juga :  Ribuan Guru Madrasah Cemas, Sertifikat Kadaluarsa 24 November 2025, Ini Permintaan Komisi VIII DPR

Ia turut menekankan percepatan digitalisasi PTSL meski masih banyak daerah belum memiliki kapasitas teknologi yang setara. Komisi II mendorong akselerasi one map policy agar tidak ada lagi tumpang tindih lahan di 508 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Menutup keterangannya, Aria Bima menegaskan bahwa aset negara harus tertib dan tidak boleh menjadi sumber konflik baru akibat perubahan kepemilikan yang tidak transparan. “Aset negara harus tertib, jelas, dan tidak berubah-ubah. Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena proses internal korporasi. Komisi II akan awasi ini secara ketat,” pungkasnya.(*)

Tinggalkan Balasan