Pertemuan DPRD, PT SAS dan Warga, BPR: Dewan Harusnya Mendukung Penutupan Stockpile

JAMBILIFE.COM  – Pertemuan mendadak antara pihak PT SAS, Ketua DPRD Provinsi Hafiz Fattah, Wakil Ketua I DPRD Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi, serta sejumlah warga dari Aur Kenali dan Mendalo Darat pada Jumat (3/10/2025) di satu cafe menuai sorotan dan kekecewaan dari masyarakat.

Dikatakan Ketua Barisan Perjuangan Rakyar (BPR) Rahmat dalam rilisnya, pertemuan tersebut baru diberitahukan kepada masyarakat hanya dua jam sebelum pelaksanaan.

Menurutnya, agenda yang disebut sebagai upaya mediasi antara PT SAS dan warga ini dianggap keluar dari kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat bersama Gubernur Jambi. Tidak ada Surat undangan resmi dari DPRD Provinsi jambi kepada warga.

Dalam rekaman video yang beredar, tampak masyarakat menolak dilakukannya dialog. Mereka menyatakan kaget dengan adanya agenda pertemuan di luar jalur komunikasi yang telah disepakati. Perwakilan BPR yang hadir adalag Dlomiri.

Baca Juga :  Peringati HUT RI Ke-80, Ini Pesan Gubernur Al Haris untuk Generasi Muda

“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Karena yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stokpile,” ujar Dlomiri.

Warga menegaskan bahwa dialog formal sudah pernah difasilitasi Gubernur Jambi sebelumnya atas permintaan mereka, sehingga tidak perlu ada pertemuan serupa lagi.

Menurut mereka, peran DPRD semestinya bukan memfasilitasi dialog, melainkan memberikan pernyataan sikap yang tegas menolak keberadaan stokpile PT SAS.

Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan kepentingan kehadiran salah satu petinggi ormas dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut.

Mereka menduga ada motif lain di balik pelibatan pihak-pihak yang tidak relevan dengan persoalan utama.

“Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak stokpile PT SAS,” tegas Dlomiri.

Situasi ini semakin memperlihatkan adanya ketegangan antara masyarakat dengan pihak perusahaan terkait rencana pembangunan stokpile yang dinilai meresahkan dan berpotensi berdampak pada lingkungan serta kehidupan warga sekitar.

Baca Juga :  Gubernur Al Haris: Pangan Murah Wujud Nyata Kehadiran Pemerintah

Sementara, Pengamat Ekonomi, Sosial dan Politik Dr Noviardi Ferzi menganggap hal ini menimbulkan tanda tanya besar.

Selama ini kata Noviardi, DPRD cenderung diam, tidak pernah menegaskan sikapnya dalam polemik stockpile yang sudah memantik keresahan masyarakat Kota Jambi.

“Namun, ketika pemerintah provinsi dan wali kota bersama warga sudah menyepakati penghentian aktivitas stockpile, sambil menunggu adu data, DPRD justru muncul dengan agenda baru,” katanya.

Dikatakannya, gerakan DPRD ini berpotensi membongkar kesepakatan yang telah dibangun secara formal antara warga, gubernur, dan wali kota.

Bagi masyarakat, kesepakatan itu adalah hasil perjuangan panjang. Jika DPRD menghadirkan forum baru, maka jelas ada kesan mencoba mengaburkan substansi persoalan.

Menurutnya, sikap mendadak DPRD memperlihatkan bahwa lembaga tersebut kehilangan pijakan moral di hadapan rakyat.

Baca Juga :  Inilah Hasil Pengamatan Makatara Terkait Lokasi TUKS PT SAS

“Ketika konflik berlangsung, DPRD nyaris tidak terdengar. Tetapi begitu isu mulai mereda dengan adanya kesepakatan, DPRD muncul dengan inisiatif yang justru berpotensi melemahkan posisi warga,” ujarnya.

Katanya, dalam logika politik representasi, DPRD mestinya berdiri di garis depan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan membuka ruang kompromi baru yang berisiko merugikan masyarakat.

Jika DPRD tidak hati-hati, publik akan menilai lembaga ini hanya menjadi saluran bagi kepentingan korporasi.

Persoalan stockpile PT SAS bukan sekadar konflik lokal, melainkan menyangkut tata kelola lingkungan, kesehatan masyarakat, hingga kepastian hukum dalam investasi. Karena itu, DPRD tidak menambah kebingungan dengan manuver politik yang tidak jelas arahnya.

“DPRD harus belajar menghormati keputusan yang sudah ada. Bila terus memaksakan agenda baru, maka publik akan semakin yakin bahwa lembaga legislatif sedang membongkar konsensus dan menambah luka bagi warga,” jelasnya.(*)

Tinggalkan Balasan