Sekilas tentang Sayuti Melik, Sang Pengetik Teks Proklamasi yang Berkali-kali Ditangkap Karena Tulisannya

Setiap bulan Agustus, kata-kata proklamasi akan sering terdengar, karena merupakan bulan di mana hari Kemerdekaan Indonesia.

Siapa yang menulis atau mengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, masih belum banyak yang tahu. Ia adalah Sayuti Melik.

Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik, adalah seorang Perintis Kemerdekaan Indonesia yang tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai Pengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sayuti merupakan suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktivis perempuan pada zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.

Sayuti Melik termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Sukarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir Soekarno dan Drs Moh Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.

Baca Juga :  Dapatkan Beasiswa di SMA Pradita Dirgantara, Cek Persyaratannya

Sedangkan konsep Naskah Proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo di rumah Laksamana Muda Maeda. Wakil para pemuda, Sukarni dan Sayuti Melik, masing-masing sebagai pembantu Bung Hatta dan Bung Karno, ikut menyaksikan peristiwa tersebut.

Setelah selesai, dini hari 17 Agustus 1945, konsep Naskah Proklamasi itu dibacakan di hadapan para hadirin. Namun, para pemuda menolaknya. Naskah Proklamasi itu dianggap seperti dibuat oleh Jepang.

Dalam suasana tegang itu, Sayuti memberi gagasan, yakni agar Teks Proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia. Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya. Ia mengubah kalimat “Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”.

Baca Juga :  Dapat Uang Saku dan Tempat Tinggal, Pendaftaran Beasiswa Keguruan Lumina 2025 Dibuka

Sayuti Melik Muda

Dilahirkan pada 22 November 1908 dari pasangan Abdul Mu’in alias Partoprawito, seorang kepala desa di Sleman, Yogyakarta dan ibunya bernama Sumilah.

Pendidikan Sayuti Melik dimulai dari Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa Srwolan, sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat ijazah di Yogyakarta.

Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti kecil. Ketika itu ayahnya menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk ditanami tembakau. Ketika belajar di sekolah guru di Solo 1920, ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink.

Baca Juga :  Inilah 10 Kampus Terbaik di Indonesia Versi EduRank

Pada usia belasan tahun itu, Sayuti Melik muda sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak pimpinan Haji Misbach di Kauman, seorang ulama yang berhaluan kiri. Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme sebagai ideologi perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Haji Misbach ia belajar Marxisme. Perkenalannya yang pertama dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926.

Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan ia ditahan berkali-kali oleh Belanda. Pada tahun 1926 ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI dan selanjutnya dibuang ke Boven Digul (1927-1933).

Tahun 1936 ditangkap Inggris, dipenjara di Singapura selama setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta, dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938).(*)

Sumber: Wikipedia