Diskusi Bara Nyala, Warga, Aktivis dan Akademisi Bersatu Tolak Stockpile Batu Bara di Aur Kenali

JAMBILIFE.COM – Gerakan intelektual dan publik Bara Nyala kembali menyalakan lentera pengetahuan di ruang-ruang diskusi terbuka.

Dalam edisi “Menakar Sentimen Publik; Vol. 2” yang digelar di UNICO Coffee Kota Jambi, Jumat (24/10/2025) siang, tema besar yang diangkat adalah “Demi Ruang Hidup Bersih Warga Aur Kenali”.

Acara ini menjadi wadah bagi masyarakat, aktivis lingkungan, dan akademisi untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan stockpile batu bara di kawasan Aur Kenali, Kota Jambi.

Kegiatan ini bertujuan membangun empati publik dan menyalakan semangat solidaritas warga demi mempertahankan lingkungan hidup yang sehat dan layak.

Adifa Azra selaku pemantik diskusi menjelaskan, kegiatan ini bukan forum formal, melainkan ruang terbuka untuk berdialog secara jujur dan tajam.

“Kita akan membahas potensi dampak sosial, lingkungan, dan kesehatan dari proyek stockpile batubara. Tujuannya membuka ruang dialog antara masyarakat dan ahli, agar lahir rekomendasi kebijakan yang berpihak pada hak hidup bersih dan sehat warga,” ujarnya.

Baca Juga :  Pengamat Politik Ingatkan Wali Kota Maulana: Polemik Stockpile PTS SAS di Aur Kenali Jadi Sorotan Publik

Sebagai narator utama, Dr Noviardi Ferzi seoarang akademisi dan pengamat kebijakan publik mengatakan, rencana pembangunan stockpile dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) batubara oleh PT SAS (kini PT RMKE) sebagai bentuk kejahatan birokrasi.

“Birokrasi memfasilitasi proyek ini, padahal dampaknya langsung merugikan masyarakat. Pemerintah provinsi dan kota seolah netral, padahal keberpihakan mereka justru ke investor, bukan rakyat,” tegasnya dalam diskusi tersebut.

Ia menambahkan, hak dasar warga seperti udara bersih, air tidak tercemar, dan ruang hidup yang sehattelah diabaikan demi kepentingan investasi.

Menurut Noviardi, penolakan warga terhadap proyek ini tidak bisa hanya diukur melalui survei.

“Sentimen publik bukan angka, tapi aksi. Kalau survei bilang 80 persen warga menolak tapi tidak ada pergerakan, berarti sentimennya mati. Perlawanan masyarakat harus terus menyala,” ujarnya.

Ia menegaskan, dampak keberadaan stockpile dan TUKS batubara sangat nyata terhadap kesehatan warga.

“Debu batubara bisa memperparah penyakit pernapasan seperti asma. Ini bukan ancaman jangka panjang, tapi sudah di depan mata,” tambahnya.

Baca Juga :  Hesti Haris: Gerakan Pangan Murah, Kolaborasi Pemerintah dan PKK untuk Kesejahteraan Keluarga Jambi

“Jika tidak ada kelompok yang menentang stockpile dan TUKS ini, ke depan kita akan berjalan dan implikasinya kita lihat dalam satu dua tahun ke depan,” sambungnya.

Sementara itu, Firman S, Deputi Eksekutif Walhi Jambi, menyoroti aspek hukum dan tata ruang.

“Fakta di lapangan menunjukkan proses perizinan proyek ini sarat maladministrasi. Lokasi yang dipilih merupakan kawasan hijau, daerah resapan air, dan dekat pemukiman warga. Ini pelanggaran nyata terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan,” katanya.

Firman menilai, penolakan warga didasarkan pada fakta dan dampak nyata, bukan sekadar opini atau isu.

“Kita harus bicara soal berapa manfaat investasi dibanding kerugian ekologis dan sosial yang ditimbulkan,” ujarnya.

Sedangkan dari kalangan masyarakat, Rahmad Supriadi, Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) menegaskan, penolakan warga memiliki dasar ilmiah dan observasi lapangan.

“Ini bukan soal menolak investasi, tapi menolak kerusakan lingkungan. Dalam dokumen Amdal yang kami pelajari, wilayah Aur Kenali dan Mendalo Darat bahkan tidak masuk dalam analisis dampak lingkungan,” ujarnya.

Baca Juga :  Akademisi Hukum Siap Dampingi Warga Tolak Stockpile Batu Bara PT SAS di Aur Kenali

“Bukan kita menolak investasi, tapi rasionallah,” katanya.

Suara serupa datang dari perwakilan pengurus HMI Cabang Jambi. Mereka menilai, pemerintah harus turun tangan dan menindak tegas pelanggaran tata ruang.

“Debu batubara sudah dirasakan langsung masyarakat. Banyak anak dan lansia terserang penyakit pernapasan. Pemerintah jangan diam, ini soal hak hidup rakyat,” seru salah satu aktivis HMI.

“Kita harus dapat melakukan hal bermanfaat untuk masyarakat, hak pohon untuk hijau, hak air tetap bersih dan hak udara tetap bersih,” katanya di awal diskusi.

Diskusi ini menegaskan bahwa perjuangan warga Aur Kenali bukan sekadar penolakan, melainkan seruan moral untuk mempertahankan hak hidup layak dan lingkungan bersih.

“Kalau bara semangat warga terus menyala, maka ruang hidup bersih bukan hanya impian,” tegas Noviardi.(*)

Tinggalkan Balasan