Mahasiswa Magister Kesmas UIM Soroti Tingginya Beban Out-of-Pocket di Tanjab Barat

JAMBILIFE.COM,– Isu tingginya pengeluaran langsung masyarakat untuk biaya kesehatan atau out-of-pocket (OOP) kembali menjadi sorotan. Nuraida Dhelyani S., Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Angkatan VI (2024) Universitas Indonesia Maju, mengungkapkan bahwa persoalan ini masih menjadi tantangan besar yang jarang mendapat perhatian di daerah, termasuk di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjab Barat).

“Bagi warga Tanjab Barat, beban OOP bukan sekadar angka statistik, tetapi persoalan nyata yang menentukan apakah seseorang memilih berobat atau menunda pengobatan,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).

Sakit yang Berubah Menjadi Beban Ekonomi
Secara nasional, menurut laporan National Health Accounts (NHA) 2023 Kementerian Kesehatan, porsi OOP terhadap total belanja kesehatan Indonesia masih berada di kisaran 28–28,6%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari standar ideal WHO, yaitu di bawah 20%.

“OOP setinggi ini membuat banyak keluarga Indonesia mengalami catastrophic health expenditure, ketika biaya berobat menghabiskan lebih dari 10 persen pendapatan rumah tangga,” tambahnya.

Baca Juga :  Serahkan 38 SK PPPK Paruh Waktu, Gubernur Al Haris: Niatkan Kita Ingin Kerja dengan Baik

Di Tanjab Barat, persoalan ini semakin berat karena kondisi sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan pada 2023 tercatat 9,79% dan turun menjadi 9,54% pada 2024. Artinya, hampir satu dari sepuluh warga hidup dalam kerentanan ekonomi yang membuat sedikit saja pengeluaran kesehatan dapat mengguncang stabilitas keuangan keluarga.

Kepesertaan JKN Tinggi, tetapi Pemanfaatannya Belum Optimal
Meski terdapat sekitar 269.922 peserta BPJS Kesehatan di Tanjab Barat, tingkat pemanfaatan atau keaktifan peserta disebut masih belum optimal. Pada beberapa periode evaluasi, tingkat keaktifan peserta hanya berkisar 74%.

“Ini menunjukkan bahwa banyak warga masih harus membayar biaya layanan kesehatan dan obat dari kantong sendiri meskipun sudah terdaftar sebagai peserta JKN,” paparnya.

Mengapa Beban Out-of-Pocket Masih Tinggi?
Dengan 16 puskesmas sebagai tulang punggung layanan kesehatan primer, permasalahan di Tanjab Barat tidak hanya terkait fasilitas, tetapi juga kondisi geografis dan ekonomi masyarakat. Beberapa penyebab tingginya OOP antara lain:

Baca Juga :  Wali Kota Maulana Buka Pelatihan Membatik bagi Tutor dan Peserta Didik SKB dan PKBM Tahun 2025

Akses layanan yang tidak merata
Warga di daerah terpencil harus mengeluarkan biaya transportasi besar untuk menuju fasilitas kesehatan, yang juga termasuk dalam OOP.

Ketersediaan obat dan layanan diagnostik terbatas
Jika obat tidak tersedia di puskesmas, pasien harus membeli sendiri di apotek.

Kurangnya literasi terkait asuransi kesehatan
Pemahaman masyarakat tentang manfaat dan prosedur JKN masih rendah sehingga banyak yang menunda berobat.

Pendapatan keluarga tidak stabil
Warga yang bekerja di sektor informal kerap menunggak iuran sehingga status BPJS menjadi tidak aktif dan seluruh biaya pengobatan harus dibayar sendiri.

Langkah yang Perlu Dilakukan Pemerintah Daerah
Untuk mengurangi beban OOP di Tanjab Barat, Nuraida mengusulkan beberapa langkah strategis:

Penguatan layanan primer di seluruh puskesmas
Termasuk ketersediaan obat, alat diagnostik, SDM kesehatan, serta layanan promotif dan preventif.

Baca Juga :  Dampingi Pangdam XX/TIB Pimpin Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Karhutla di Jambi, Ini Kata Gubernur Al Haris

Program subsidi transportasi kesehatan
Seperti ambulans desa, bantuan transportasi pasien miskin, atau kerja sama dengan penyedia transportasi publik.

Optimalisasi pendataan peserta PBI
Agar seluruh warga miskin masuk dalam daftar peserta BPJS yang ditanggung pemerintah.

Peningkatan literasi kesehatan masyarakat
Edukasi tentang pentingnya pemeriksaan dini, gaya hidup sehat, dan pemanfaatan JKN untuk menekan biaya pelayanan yang lebih besar di kemudian hari.

Kesehatan Adalah Investasi Masa Depan
“Tingginya OOP bukan hanya persoalan medis, tetapi masalah pembangunan manusia,” tegasnya.

Menurutnya, ketika masyarakat takut berobat karena biaya, produktivitas menurun, kualitas hidup merosot, dan kemiskinan struktural semakin sulit diputus.

“Mengurangi OOP adalah langkah strategis menuju keadilan kesehatan di Tanjung Jabung Barat. Pemerintah daerah, tenaga kesehatan, akademisi, dan masyarakat harus berjalan bersama memastikan tidak ada keluarga yang jatuh miskin hanya karena ingin menjadi sehat,” pungkasnya. (S48)

Tinggalkan Balasan