Stokpile di Muaro Jambi dan Konflik PLTU Samaran Jadi Pembahasan Diskusi Publik yang Digelar JEB

JAMBILIFE.COM – Jaringan Energi Berkeadilan (JEB), menggelar dialog atau diskusi publik, bersama sejumlah mahasiswa, NGO, dan juga masyarakat terdampak  tentang energi berkelanjutan.

Diskusi publik tersebut dihadiri 50 peserta dari berbagai kalangan seperti perwakilan masyarakat terdampak dari Sarolangun dan Muaro Jambi, Mahasiswa dari perguruan tinggi besar di Jambi, beberapa NGO (Non Government Organisation) dari Propinsi Jambi, seperti WWF, KPA Jambi, Walhi Jambi, PH, AHI, LTB, Forest Guardia, Peachcaffe, PKJ, GSM, ada juga Rambu House dan Rumah Manopo dari Muaro Jambi.

Diskusi Pubilik yang diselanggarakan oleh Jaringan Energi Berkeadilan (JEB) adalah jaringan yang terbentuk dari Advokasi beberapa NGO (Lembaga Tiga Beradik, Perkumpulan Hijau, Walhi Jambi) yang merasa perlu ada satu wadah yang akan menyuarakan pentingnya menjadi penyeimbang terhadapan kebijakan nasional tentang adanya transisi energi di Jambi, khususnya, dengan tema dialog public “Jalan Transisi Energi yang Adil dan Berkelanjutan di Provinsi Jambi”.

Rumah Mendapo, Muaro Jambi menyampaikan isu terkini dari stokpile yang ada di Muaro Jambi.

Baca Juga :  Sekda Sudirman Pastikan Harga Sembako Terjangkau Saat Ramadan dan Lebaran 1446 H

”Sampai saat ini perjuangan masih di lakukan melawan stokpile yang ada di Cagar Budaya Candi Muaro Jambi, walaupun masih terseok–seok,” kata Mukhtar Hadi dalam diskusi tersebut.

Dedi Chandra, dari Desa Samaran, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, mengatakan, PLTU di Desa Samaran telah beroperasi sejak 2012 silam. Dampaknya kata Dedi, sangat mengganggu aktivitas Masyarakat. Seperti limbah debu, limbah perusahaan ada gerakan individu yang tidak berdampak besar ke perusahaan akhirnya pembentukan organisasi rakyat.

”Komunitas Semaran Bersatu” Bersama LTB, dan mengadvokasi terkait hak-hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan dan lingkungan yang sehat,” ujarnya.

”Sulit keluar melawan PLTU jika hanya dilakukan oleh beberapa orang di Desa Samaran, Mediasi pernah dilakukan antara masyarakat dengan PLTU dan masyarakat tidak dilibatkan, kabarnya akan ditutup 2030, tapi saat ini di lapangan rencana PLTU akan membangun 1 Boiler lagi,” tambahnya.

Firman perwakilan dari JEB mengatakan, ”Korban tidak hanya di Semaran melainkan juga di daerah Koto Boyo yang sampai menghilangkan nyawa, ada tawaran konsep swasembada energi pemerintah, dengan meningkatkan pasokan energi listrik di indonesia, tapi kita tidak tahu sampai dimana implementasinya”

Baca Juga :  Irjen Rusdi Hartono Diganti, Berikut Mutasi Mabes Polri di Polda Jambi dan Jajaran

”Jambi dengan bentang alam yang beragam memiliki potensi energi baik yang besar, beberapa energi yang bersumber dari air yang masih di manfaatkan masyarakat dan di kelola dengan baik masih luput dari perhatihan pemerintah. Dalam upaya transisi energi dari energi fosil ke energi yang adil masyarakat keterbatasan pembiayaan dalam pembagunan sumber energi. Hal diperlukan kebijakan dan strategi yang mendukung dari pemerintah daerah,” kata Deri yang mewakili LTB.

”Selain Gerakan penguatan komunitas juga perlu dilakukan penguatan di sisi advokasi kebijakan, Pertumbuhan penduduk kota yang berasal dari kalangan menengah, Perlu penyadaran publik terkait pengunaan energi, Masih perlu melakukan kajian, studi, dan disksui terkait energi berkeadilan di Jambi, JEB membuka ruang untuk kerja-kerja kolaborasi” sambungnya.

Acara dimulai pukul 20.20 WIB malam itu berakhir hingga pukul 22.30 WIB, terlihat peserta cukup aktif dan interaktif bertanya dan memaparkan hal harus JEB lakukan agar ini jadi gerakan yang hanya habis saat dialog publik selesai, tapi harus konsisten dan terus melakukan penyadaran di tingkat rakyat kalau perlu sampai ke Nasional.

Baca Juga :  Perjalanan Nafisa Razel Pahlepi Mewakili Jambi di Finalis Duta Siswa Indonesia

Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan peserta dialog publik dari sejumlah mahasiswa, yang masing-masing peserta dialog antusias dan memberikan beberapa catatan bagi JEB bagaimana agar JEB adalah salah satu jaringan yang sudah banyak ada namun kemudian menghilang.

Firman, perwakilan JEB mengatakan, eksistensi JEB tergantung penerimaan dari masyarakat, mahasiswa dan lainnya semua, karena perjuangan JEB harus dilakukan bersama-sama.

Dialog publik ini diramaikan juga dengan penampilan Puisi dari Borju dan beberapa peserta, dan lagu-lagu yang bertajuk alam dan kritik sosial oleh Ismet raja tengan malam saat pembukaan dan akhir dialog publik.

Update akan dilakukan oleh JEB ke peserta dialog yang hadir malam itu dan harapannya akan jadi gerakan massif dan kampanye yang tepat sasaran dan sekaligus ada penguatan di tingkan sipil society aga jadi gerakan yang saling terhubung dan bersatu.(*)